Dari Sabang sampai Merauke, itu lah yang sering menjadi sebutan Indonesia dengan kepulauannya yang gemah ripah loh jinawi, dimulai dengan provinsi Aceh sebagai wilayah paling Barat Nusantara. Aceh sendiri memiliki berbagai macam adat, budaya, dan norma yang tersimpan di dalamnya. Hal ini tak luput dari acara pernikahan adat Aceh yang memiliki berbagai arti dalam setiap rangkaiannya.
Beberapa salah selebritas Tanah Air seperti Roger Danuarta dan Beby Tsabina juga menikah dengan resepsi adat dari provinsi yang sering dijuluki sebagai Serambi Mekkah. Ingin tahu apa saja rangkaiannya? Yuk, scroll down artikelnya di bawah ini!
Jak ba ranup
Prosesi awal sebelum pernikahan disebut Jak ba ranup yang berarti antar sirih yang memiliki tujuan meminang dan mendapatkan kesepakatan dari dua belah pihak keluarga. Mengapa disebut antar sirih? Karena dalam acara lamaran ini, pihak laki-laki membawakan seserahan berupa sirih, kue, dan keperluan lainnya. Prosesi berikutnya akan diselenggarakan jika calon mempelai wanita menyetujui menikahi laki-laki tersebut.
Jak ba tanda
Kelanjutan dari prosesi awal Jak ba ranup, adalah Jak ba tanda yang mana merupakan prosesi di mana calon mempelai laki-laki mengunjungi rumah calon pengantin perempuan untuk mendiskusikan pernikahan, jumlah mahar, waktu pernikahan, dan jumlah tamu undangan. Tak hanya itu, calon mempelai pria juga kembali membawa seserahan berupa buah-buahan, makanan kaleng, ketan kuning, seperangkat pakaian yang disebut lapek tanda, dan perhiasan emas yang disesuaikan dengan kemampuan calon mempelai tersebut.
Boh gaca
Malam Boh gaca atau yang disebut juga malam Inai merupakan malam sebelum pesta pernikahan. Acara ini terdiri dari upacara peusijuek atau pemberian tepung tawar; kepada dara baroe, peusijuek gaca, batee meupeh atau batu giling yang memiliki arti memberi dan menerima restu serta pengharapan akan keselamatan. Prosesi ini dilakukan sebagai maksud untuk mendambakan kebahagiaan dan kelancaran rezeki. Boh gaca biasanya diselenggarakan selama tiga hari berturut-turut.
Ijab kabul
Prosesi ini merupakan prosesi absolut yang harus digelar dalam pernikahan islam. Sebelum menggelar akad nikah, Teungku Kadhi memastikan apakah kedua calon mempelai bersedia untuk menikah satu sama lain dan memberikan pertanyaan mengenai kesiapan berumah tangga. Teungku Kadhi yang bertugas sebagai petugas Kuakec dan ahli waris pihak laki-laki akan memeriksa mahar yang juga disebut jeulamee yang bakal diserahkan oleh orang tua ahli waris pihak calon mempelai laki-laki yang berupa pakaian, makanan, kosmetik yang dibungkus rapi dalam talam yang dilapisi kain penutup motif Aceh yang disebut seuhap.
Menurut website provinsi Aceh, biasanya calon mempelai akan mengucapkan hal ini dalam bahasa Aceh:
“ulon tuan peu nikah aneuk lon (apabila ayah perempuan yang menikahkan) (nama mempelai wanita), ngon gata (nama mempelai pria), ngon meuh (jumlah mahar yang telah disepakati),”
Mempelai pria akan menjawab:
“ulon teurimong nikah ngon kawennya (nama mempelai wanita), ngon meuh (jumlah mahar) mayam, tunai.”
Tueng linto baroe/Woe linto
Tueng linto baroe merupakan acara utama yang paling dinantikan dari rangkaian acara pernikahan Aceh. Pengantin wanita akan dirias dan memakai busana adat Aceh lengkap dengan sanggul cakceng dan sunting. Kemudian mempelai wanita akan dihadapkan kepada kedua orang tuanya, lalu duduk di pelaminan untuk disandingkan sambil menunggu pengantin pria dan rombongannya datang. Hal yang sama juga dilakukan oleh linto baroe (pengantin pria) dengan orang tuanya sebelum menyambangi rumah pengantin wanita.
Setelah tiba di rumah pengantin wanita, pengantin pria akan dipersilakan masuk dan diserahkan ke orang tua pengantin wanita didampingi oleh dua orang tetua adat pihak wanita, lalu melangsungkan rah gaki yaitu membasuh kaki sebagai simbol suci lahir batin saat memasuki rumah tangga baru.
Pengantin wanita akan menyambut suaminya dengan melakukan seumah atau sungkem sebagai penghormatan dan pengabdian. Upacara ini biasanya diiringi tarian adat ranup lampuan dan saling berbalas pantun.
Tueng dara baroe
Prosesi ini merupakan prosesi lanjutan yang mana mengundang pengantin perempuan ke rumah mertua yang biasanya dilaksanakan di hari ketujuh setelah menikah. Satu atau dua orang tetua adat secara langsung berpartisipasi dalam acara ini sambil membawa kue khas Aceh yang ditaruh dalam talam yang ditutup oleh seuhap yang dilapisi emas.
Saat tiba di lokasi, pengantin wanita akan disambut dengan taburan breuh padee atau beras padi, bunga rampai atau bungong rampoe, dan on seuneujeuk yaitu daun untuk tepung tawar. Esensi dari acara ini sebenarnya sama dengan Tueng linto baroe, perbedaannya hanya Tueng dara baroe tidak terdapat prosesi basuh kaki dan berbalas pantun.
11 Juli 2024
by Andrea Nugroho